Wednesday, October 14, 2015

Permintaan Sang Sesak

Ada yang pernah bilang bahwa sesak adalah ruang terbesar untuk berkarya. Memang ada benarnya. Rangkaian kata mengalir begitu cepatnya saat rasa sesak mulai melumat dada. Rasa sesak yang dirasa sekarang adalah rasa yang beda dari biasanya. Orang bilang mungkin ini suka, belum cinta kok jadi tenang saja. Gila rasanya membayangkan kembali saya menulis tentang hal yang bersinggungan dengan cinta yang saya pikir saya rasa. Anggap saja akhirnya dia benar-benar menampakan dirinya di depan mata saya tapi yasudah begitu saja. Kalau boleh mengutip Dee Lestari dari novel Rectoverso, kurang lebih ini frasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan saya.

"Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa"

Di saat seperti ini tentu menulis akan menjadi pelarian saya, lalu distraksi akan menjadi agenda selanjutnya. Mudah-mudahan teman-teman saya tidak ada yang iseng membuka blog saya dan kedapatan membaca. Yang ada mereka akan tertawa, kenapa saya jadi sebegitunya. It might surprise them, just like I surprised myself. Semoga sesak ini cepat hilang karena sudah dituruti permintaannya untuk dibentuk menjadi rangkaian kata. Selamat malam.